Rabu, 18 Maret 2015

Warisan Ilmiah Kajian Keagamaan dalam Islam

Sepanjang sejarah hidup saya, saya belum pernah mendengar kajian keagamaan umat dari agama lain melebihi kajian keagamaan yang telah dilakukan oleh umat Islam. Entah sudah berapa banyak buku yang membahas tentang fikih, ushul fikih, hadits, tafsir, sejarah, sastra, dan tasawuf. Kalau dikumpulkan mungkin tidak terhitung jumlahnya.

Kita sedang tidak membahas disiplin ilmu lainnya seperti ilmu-ilmu sains alam dan sains sosial walaupun juga sangat banyak jumlahnya dalam sejarah Islam dan sering beririsan dengan kajian-kajian keagamaan kita. Kita cukupkan saja tentang kajian-kajian keagamaan an sich. Lalu kita bandingkan dengan kajian-kajian keagamaan yang dilakukan oleh umat dari agama lain. Maka akan tampak betapa sangat jauh perbedaannya.

Sejak zaman Galileo Galilei, kemudian zaman renesainsce, dunia Barat menjauhi agama yang mereka anut dan akibatnya mereka juga menjauhi kajian-kajian keagamaan. Hanya sedikit dari kalangan mereka tetap melanjutkan kajian itu. Kalaupun ada seringkali kajian-kajian mereka hanya bersifat teologis atau kalam. Karena toh agama mereka tidak menunjukkan wujud syariat yang komprehensif. Kajian-kajian keagamaan mereka paling dominan membahas seputar ketuhanan, seperti apakah Yesus itu Tuhan atau bukan? Apakah Tuhan itu tiga atau satu?

Sedangkan bagi umat Islam masalah ketuhanan sudah final sehingga kajian-kajian tentangnya bukan untuk bertanya-tanya apakah Allah itu Tuhan atau bukan? Atau Allah itu tiga atau satu? Melainkan bertujuan untuk semakin mengenal-Nya (ma'rifatullah), mendekat kepada-Nya (taqarub ilallah), dan mencintai-Nya (mahabbatullah). Kajian-kajian seperti ini sangat banyak jumlahnya terutama dalam ilmu tasawuf.

Selepas itu, umat Islam mengkaji masalah-masalah lain yang tidak kalah pentingnya. Mulai dari ajaran yang kecil hingga yang besar, mulai dari mencukur jenggot, memotong kuku hingga masalah bermasyarakat dan bernegara. Sehingga saya katakan kajian keagamaan kita seringkali beririsan dengan studi-studi sains alam maupun sosial. Sebaliknya, sains alam dan sains sosial kita juga beririsan dengan studi-studi keagamaan karena kajian kita bersifat Rabbani (ketuhanan) dan syumul (menyeluruh). Bila kita membaca sejarah ulama di masa keemasan Islam akan membuktikan hal ini. Selain dikenal sebagai pakar keagamaan, ulama kita juga pakar dibidang sains alam dan sains sosial.

Sangat disayangkan bila kita mengabaikan warisan sejarah kita yang gemilang. Padahal dari warisan itu kita dapat merenda masa depan. Warisan itu adalah modal berharga untuk umat agar kembali meraih kejayaannya. Umat telah memiliki tradisi keilmuan yang panjang dan teruji dalam sejarah. Dari ilmu itu muncullah butir-butir kebijakan yang berandil besar dalam melestarikan kejayaan. Maka ada tiga hal yang perlu kita perhatikan dalam hal ini: Pertama, memperhatikan sejarahnya yang gemilang berikut warisannya yang berharga dapat memunculkan kembali muruah dan izzah umat agar tidak menderita penyakit rendah diri dihadapan umat agama lain. Umat harus bangga dengan agamanya sebagaimana ungkapan isyhadu bi anna muslimin.

Kedua, mengambil kebaikan sebanyak-banyaknya dari warisan masa lalu umat agar umat tidak putus dari sejarahnya yang gemilang. Mengaktifkan kembali kajian-kajian keagamaan seperti fikih tasyri (perundang-undangan), fikih dauli (kenegaraan), dan fikih iqtishadi (ekonomi) sebagai upaya untuk membentuk kembali daulah islamiyah di era modern. Bahwa Islam adalah agama dan negara.

Ketiga, mengambil kebaikan sebanyak-banyaknya dari peradaban modern dengan tetap berlandaskan kepada keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemajuan dalam Islam adalah kemajuan yang beriman, bukan yang melepas iman.

Sebagai penutup, saya mengutip perkataan Syaikh Muhammad Al Ghazali rahimahullah, "Ilmu Islam mengisi akal dengan cahaya dan hati mengisi hati dengan keyakinan. Para ulama pun telah berjuang sehingga mereka berhasil membentuk generasi-generasi mulia dan bersih. Tak lama kemudian, khilafah sekali lagi hadir mengangkat bendera tauhid di timur dan barat."

0 komentar:

Posting Komentar