Selasa, 17 Maret 2015

Tinta Para Ulama Sejajar dengan Darah Para Syuhada

Ada sebuah hadits Nabi mengatakan bahwa tinta para ulama disejajarkan dengan darah para syuhada.

Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan tulis menulis sudah seharusnya melekat pada diri seorang ulama. Bila definisi ulama diperluas, yakni mereka yang takut kepada Allah; beriman dan bertakwa, maka kemampuan tulis menulis ibarat senjata yang dapat dipergunakan setiap mukminin dan mukminat di medan jihad ghazwul fikr. Mereka sampaikan kebenaran dan meluruskan setiap penyimpangan lewat karya tulis yang mereka buat.

Jika umat Islam melepaskan pena ini dari diri mereka, maka peperangan akan dimenangkan oleh musuh-musuh Islam.

Oleh karena itu, banjiri dunia ini dengan kebenaran lewat media tulisan. Jangan mudah bosan karena cepat bosan engkau tidak akan mampu menegakkan kebenaran. Setiap hari banyak hal yang bisa dikomentari untuk menegakkan kebenaran ini. Namun kebenaran tetap haruslah tersusun dengan rapi agar tampak indah dan enak dibaca banyak orang. Jangan sekedarnya saja tapi jangan pula menunggu sempurna karena tidak ada karya manusia yang sempurna.

Tetaplah bersemangat meskipun karyamu sepi pembaca. Karena seringkali manusia melihat wujud orangnya bukan suara kebenaran itu sendiri. Dan seringkali pula mereka melihat produktivitas dirimu dalam berkarya karena masih banyak penulis yang karya-karya mereka terus menghiasi dunia dan itu lebih layak untuk dibaca daripada penulis yang baru menulis satu dua tulisan kemudian mati lunglai. Seribu langkah kaki tetap harus melalui langkah pertama. Para penulis besar tidak wujud seketika. Mereka seringkali melalui proses panjang yang melelahkan dan pengorbanan yang terus menerus.

Imam Asy Syaukani rahimahullah, ulama besar dan penulis kitab Nailul Author, sejak kecil dididik gurunya untuk menulis minimal dua baris setiap hariya. Latihan yang terus menerus ini mampu membentuk karakternya agar konsisten dan produktif dalam menulis. Buku yang ditulisnya mencapai 240 judul.

0 komentar:

Posting Komentar