Minggu, 29 November 2015

Bahaya Ajaran Imamah dalam Syiah

Saya heran setelah saya membaca sejarah tokoh-tokoh Islam, banyak ulama ahlussunnah ternyata kelahiran Iran. Sebut saja misalnya, Imam Muslim, Imam Abu Dawud, Imam Tirmidzi, Imam Nasa'i, Imam Ibnu Majah, Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari, Imam Hakim, Imam Al Baihaqi, Imam Al Ghazali, Imam Al Juwaini, Imam Abu Nuaim Al Isfahani, Imam Syibawaih, Imam Al Farahidi, Imam Abu Hatim Ar Razi, Imam Ibnu Abi Hatim Ar Razi, Imam Abu Hanifah Ad Dinawari, Imam Fakhruddin Ar Razi, dsb.

Mereka adalah ulama dan ilmuwan besar diberbagai bidang, mulai dari hadits, tafsir, tasawuf, fikih, sejarah, ushul fikih, filsafat, dan sains. Saya membaca di dalam sejarah, nama-nama mereka begitu terkenal dan karya-karya mereka menjadi rujukan hingga kini. Apakah itu artinya, Iran dulunya adalah negeri ahlussunnah? Di mana kitab-kitab hadits Kutubus Sittah dan lainnya, yang memuliakan para sahabat Nabi, diajarkan di majelis-majelis ilmu yang tersebar ke seluruh penjuru kota.

Saya juga heran mengapa kemudian Syiah dulu pernah berkuasa di Mesir saat zaman Fatimiyah. Padahal Mesir dulunya adalah negeri ahlussunnah. Bahkan ia didulunya ditaklukkan oleh salah seorang sahabat Nabi yang dibenci syiah, yaitu Amr bin Ash Ra.

Berbicara soal akidah bagi syiah, juga berbicara tentang kekuasaan, kepemimpinan, atau imamah. Muhammad bin Ya’qub Al-Kulany, pakar hadist Syi’ah, meriwayatkan sejumlah hadits yang menunjukkan bahwa Imamah merupakan rukun Islam terbesar. Maka kekuasaan adalah jalan mereka untuk menyebarkan ajaran mereka dengan menghalalkan segala cara. Maka, merebut suatu negeri dari tangan ahlussunnah adalah KEWAJIBAN bagi mereka. Walaupun mungkin hal itu tidaklah mudah untuk dilakukan.

Pendidikan Islam di Zaman Keemasan Islam

Di zaman keemasan Islam anak-anak kecil memulai pelajarannya dengan menghafal Al Quran. Tidak mengherankan bila sedari kecil mereka sudah mampu menghafalnya secara keseluruhan. Hafalan ini adalah bekal untuk mereka dalam mengarungi samudera kehidupan ini.

Ahli kedokteran muslim terkemuka, Ibnu Sina, dalam buku As-Siyasah memberikan nasihat agar seorang anak sejak kecil sudah mulai diajari Al Quran. Hal ini dimaksudkan agar ia mampu menyerap bahasa Al Quran serta tertanam dalam hati mereka ajaran-ajaran tentang keimanan.

Sejarawan terkemuka, Imam Ibnu Khaldun, di dalam Muqadimah-nya, mengisyaratkan akan pentingnya mengajarkan dan menghafalkan Al-Qur'an kepada anak-anak. Ia juga menjelaskan bahwa pengajaran Al-Qur'an merupakan dasar bagi seluruh kurikulum sekolah di berbagai dunia Islam. Sebab, Al-Qur'an merupakan salah satu syiar agama yang dapat menguatkan akidah dan keimanan.

Apakah nantinya mereka menjadi seorang ahli tafsir Al Quran atau ahli ilmu-ilmu keagamaan lainnya atau mereka menjadi seorang dokter, ahli fisika, matematika, kimia, biologi, nilai-nilai Al Quran tetap melekat pada jiwa mereka. Bila dia dokter, menjadi dokter yang islami. Bila dia insinyur, menjadi insinyur yang islami.

Syaikh Muhammad Al Ghazali dalam bukunya Kaifa Natama'al Quran berkata, "Dapat dikatakan bahwa pada saat melekatnya hafalan, mudah juga untuk memberikan pemahaman terhadap isi Al Quran. Artinya, sudah ada potensi untuk menginterpretasi dan menganalisis makna-makna Al Quran, bahkan lebih dari itu."

Misalnya ketika hati sedang gelisah, mereka yang menghafal Al Quran teringat dengan ayat, "(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram." (QS. Ar-Ra'd: 28) Maka, mereka pun mulai mengingat Allah.

Ketika mulai timbul malas dalam belajar, mereka yang telah hafal Al Quran dengan cepat mengingat ayat yang berbunyi, "Nabi mereka mengatakan kepada mereka: "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu." Mereka menjawab: "Bagaimana Thalut memerintah kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, sedang diapun tidak diberi kekayaan yang cukup banyak?" Nabi (mereka) berkata: "Sesungguhnya Allah telah memilih rajamu dan menganugerahinya ilmu yang luas dan tubuh yang perkasa." Allah memberikan pemerintahan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Luas pemberian-Nya lagi Maha Mengetahui." (QS. Al-Baqarah: 247) Bagaimana mungkin meraih apa yang kita inginkan atau meraih kepemimpinan apabila kita sendiri tidak memiliki ilmu yang memadai. Maka, semangatnya pun tumbuh kembali. Begitu seterusnya. Al Quran selalu hadir untuk mengingatkan.

Syaikh Muhammad Khair Ramadhan dalam bukunya "Petuah-Petuah Luqmanul Hakim" mengatakan bahwa salah satu pintu meraih hikmah adalah dengan menghafal Al Quran.

Maknanya, jangan pernah meremehkan menghafal Al Quran. Justru menghafal Al Quran adalah pondasi bagi kebangkitan Islam. Orang-orang yang menghafal Al Quran lebih mudah memahami Al Quran ketimbang mereka yang belum menghafalnya. Semakin banyak penghafal Al Quran artinya semakin besar pula peluang kebangkitan Islam.

Saya mendapatkan kisah berikut ini dari kitab Miftahu Daaris Sa'adah karya Imam Ibnul Qayyim dalam babnya tentang keutamaan ilmu: Saat Umar bin Khaththab menjadi khalifah, beliau menunjuk Nafi' bin Abdul Harits menjadi walikota Makkah. Umar berkata kepadanya, "Siapa yang engkau tunjuk sebagai wakilmu di penduduk lembah tersebut?" Nafi' berkata,"Ia adalah salah seorang dari mantan budak kami." Umar bertanya, "Engkau mengangkat salah seorang mantan budak untuk memimpin mereka?" Nafi menjawab, , "Ia penghafal Al Quran dan ahli tentang ilmu faraid." Umar berkata, "Sesungguhnya Nabi kalian Saw. telah bersabda, 'Sesungguhnya Allah dengan kitab ini mengangkat banyak kaum dan menurunkan kaum-kaum yang lain dengannya pula'."

Umar bin Khaththab, sebagaimana banyak sahabat lainnya, sangat menghormati para penghafal Al Quran. Bahkan mereka mendapat tempat terhormat di pemerintahannya meskipun dulunya mereka bekas budak.

Kamis, 26 November 2015

Belajar Agama di Pondok Pesantren Hidayatullah

Saya sangat beruntung dapat belajar agama bersama ustadz-ustadz dari Pondok Pesantren Hidayatullah. Walaupun tergolong singkat, hanya 2 tahun, tapi sangat membekas dihati saya. Jujur saja, saya baru benar-benar bisa membaca Al Quran pada saat itu dimana saya sudah duduk dibangku SMA. Boleh dibilang sangat terlambat bila dibanding dengan kebanyakan muslim lainnya yang sudah pandai membaca Al Quran ketika masih SD.
Sebenarnya untuk belajar Al Quran sendiri saya sudah belajar sejak duduk dibangku SD tapi pengajaran itu tidak membekas di akal dan hati saya. Mungkin karena saya tidak terlalu konsentrasi atau pola pengajarannya yang tidak begitu tepat untuk akal dan hati saya. Mungkin yang lebih tepat yang kedua daripada yang pertama.
Pondok Pesantren Hidayatullah sudah terkenal dengan militansinya. Mereka berdakwah mulai dari kota-kota hingga pedalaman papua. Saya sangat terkesan dengan dakwah mereka; membina dengan penuh kesabaran dan kasih sayang namun tetap teguh memegang prinsip.
Untuk hari guru kemarin, saya persembahkan salam ta'dzim saya kepada guru-guru saya dari PP Hidayatullah yang walaupun namanya saya lupa tapi wajahnya masih saya ingat di benak saya. Mereka yang telah mengajarkan saya Al Quran dan As Sunnah beserta makna-maknanya. Terutama kepada pendiri Pondok Allahuyarham KH. Abdullah Said. Semoga Allah menjaga, melindungi dan merahmati mereka. Aamiin.

Rahasia Dibalik Umur 40 Tahun

"Tanda-tanda kebencian Allah terhadap seseorang ialah ketika ia menyia-nyiakan waktu dengan melakukan hal-hal yang tiada guna. Umur seseorang akan berlalu, tetapi jika ia tidak menggunakannya untuk beribadah yang diperintahkan Allah, pantas ia menyesal sepanjang masa. Barangsiapa telah berumur lebih dari empatpuluh tahun, sedangkan amal baiknya belum mampu mengalahkan amal buruknya, bersiap-siaplah dia masuk neraka." (Hadits Rasulullah sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al Ghazali dalam buku Ayyuhal Walad)

Waktu begitu pendek. Bahkan terasa cepat berlalu. Banyak yang hari-harinya hanya disibukkan rutinitas yang membosankan. Pagi kerja, sore pulang kerja. Malam tidur sampai pagi. Lalu kerja lagi. Begitu seterusnya. Makan-minum-BAB-BAK. Sebagian mungkin menyelinginya dengan ibadah wajib seperti shalat. Dapat uang segitu-segitunya. Dapat gaji segitu segitunya. Tapi yang didapat hanya sekedar lelah badan, bukan nikmatnya perasaan. Ingin mendapat dunia yang lebih; lebih kaya, lebih makmur, tidak dapat-dapat juga. Akhirnya dunia tidak dapat, apalagi akhirat.

Ada apa dengan umur 40 tahun? Para ulama dan ilmuwan mengatakan bahwa umur segitu adalah kesempurnaan kekuatan fisik dan mental, atau kematangannya, atau puncaknya. Maka dapat dipahami jika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama yang menandai dimulainya misi kenabiannya ketika beliau berusia 40 tahun. Allah pun secara khusus menyebut angka usia 40 tahun dalam sebuah ayat yang menjelaskan kewajiban seorang anak berbakti kepada ibu bapaknya, “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai, berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri.” (QS. Al Ahqaaf:15).

Surat kabar Telegraph menerbitkan sebuah artikel berjudul: "Brain only fully 'matures' in middle age" yang kurang lebih artinya “Sesungguhnya perkembangan otak tetap berlangsung sampai di pertengahan umur seseorang.” Dikatakan dalam artikel itu perkataan sebagai berikut:”Anda mungkin mengira bahwa Anda akan menjadi sepenuhnya matang (dalam berpikir) saat Anda berada di usia 21 tahun, tetapi penelitian terbaru menunjukkan bahwa otak Anda tidak berhenti perkembangannya, sampai akhir usia 40 tahunan.”

Dalam penemuan ini para ilmuwan menggunakan alat yang dinamakan alat scan fMRI (Functional magnetic resonance) yaitu sebuah alat yang sangat canggih yang bisa mengukur aktivitas dan perubahan-perubahan di daerah otak dengan cara yang menakjubkan. Dan sebelum abad 21, tidak ada satupun ilmuwan yang mengetahui bahwa perkembangan otak tidak sampai pada kesempurnaan melainkan di akhir usia empat puluh tahunan!

Profesor Sarah-Jayne Blakemore, Professor of Cognitive Neuroscience at the Institute of Cognitive Neuroscience, University College London dan co-director of the Wellcome Trust PhD Programme in Neuroscience at UCL, berkata:”Sejak kurang dari sepuluh tahun yang lalu, kami meyakini bahwa pertumbuhan otak terhenti pada usia dini dari umur manusia.”

Kemudian dia melanjutkan:”Tetapi ujicoba scan resonansi magnetik (fMRI) pada otak menunjukkan bahwa pertumbuhan otak akan berlanjut sepanjang usia tiga puluhan dan samapi umur empat puluh tahunan dari umur manusia! Dan Daerah yang paling penting dan paling besar pertumbuhannya adalah bagian bawah ubun-ubun. Bagian itu adalah bagian paling atas di daerah otak depan, yang dialah yang membedakan kita sebagai manusia dengan makhluk lain.”

Dalam ayat lain Allah Swt. berfirman, "Apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam tempo yang cukup untuk berfikir bagi orang-orang yang mau berfikir, dan (apakah tidak) datang kepadamu pemberi peringatan?" (QS. Al-Fathir: 37)

Menurut Ibnu Abbas, Hasan Al-Bashri, Al-Kalbi, Wahab bin Munabbih, dan Masruq, yang dimaksud dengan “umur panjang dalam tempoh yang cukup untuk berfikir” dalam ayat tersebut tidak lain adalah ketika berusia 40 tahun.

Menurut Imam Ibnu Katsir, ayat ini memberikan petunjuk bahwa manusia apabila menjelang usia 40 tahun hendaklah memperbaharui taubat dan kembali kepada Allah dengan bersungguh-sungguh.

Imam Syafi'i setelah mencapai umur 40 tahunan, berjalan dengan menggunakan sebatang tongkat kayu. Ketika ditanya sebabnya, ia berkata "Supaya aku sentiasa ingat bahwa aku adalah seorang musafir yang sedang berjalan menuju akhirat."

Bagi yang telah berumur empat puluh tahun, hendaknya ia memperbaharui tobatnya dan memperbanyak amal saleh daripada yang sudah-sudah. Sedangkan bagi mereka yang belum, sesungguhnya tahun-tahun adalah kumpulan menit-menit, jam-jam, dan hari-hari. Kebaikan yang kita tanam hari ini, buahnya esok kita rasakan. Begitupun dengan kejahatan yang kita tanam hari ini, buahnya juga esok kita rasakan. Istiqomah adalah kumpulan dari ketaatan yang tidak sebentar. Sedangkan bagi pelaku maksiat, kebaikan akan terasa berat untuk dilakukan karena ia belum terbiasa untuk melakukannya. Ketika usia sudah mencapai empatpuluh tahun tapi belum juga terbiasa berbuat kebaikan, mungkin dimasa lalunya banyak berbuat kemaksiatan dan sedikit berbuat kebaikan.

Rabu, 25 November 2015

Adakah Sama Orang yang Berilmu dengan yang Tidak?

Saya sering membaca ayat-ayat seperti ini di dalam Al Quran:

“Katakanlah, ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’” (QS. Az-Zumar: 9)

"Adakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar sama dengan orang yang buta?" (QS. Ar Ra'd: 19)

Ayat-ayat seperti ini di dalam Al Quran dikenal dengan istilah istifham yang berarti mengerti, paham, dan jelas. Maknanya kita tidak perlu bersusah payah untuk menemukan jawabannya karena pada hakikatnya semua dari kita sudah mengetahui jawabannya.

Justru yang perlu kita renungkan adalah tentang sindiran dari ayat ini. Seolah ia mengatakan, "Orang yang berilmu kok kelakuannya sama dengan orang yang tidak berilmu. Apakah kamu benar-benar berilmu?" Sebagai contoh, orang yang mengetahui keutamaan zikir tetapi tidak berzikir. Lantas apa bedanya dengan orang yang tidak mengetahui keutamaan zikir?

Ayat-ayat seperti ini pada intinya mengajak kita untuk merenungi diri kita sendiri, sampai sejauh mana kita mencari ilmu dan sampai sejauh mana pula kita mengamalkannya. Jadi tidak sebatas untuk mengetahui tetapi ia juga mengajak kita mengamalkan apa yang kita ketahui tersebut.


Ikhwanul Muslimin dan Tasawuf

Saya termasuk orang yang mengambil manfaat dari kelompok manapun dan membuang yang tak berguna dari kelompok manapun. Baik dari kalangan Salafi maupun Sufi. Saya mempelajari buku-buku karya Imam Ibnul Qayyim dan Imam Ibnul Jauzy mencerminkan hal itu. Saya juga berguru pada jamaah Ikhwanul Muslimin tentang hal ini. Buku-buku seperti Madarijus Salikin, Shaidul Khathir, Dzammul Hawa dan Minhajul Qashidin banyak merekam nuansa tasawuf atau tazkiyatun nafs dengan sangat kuat. Buku yang terakhir (Minhajul Qashidin) adalah hasil tahqiq dan takhrij Imam Ibnu Al Jauzy terhadap buku Ihya Ulumuddin. Dengan kata lain, beliau "menulis ulang" buku Ihya Ulumuddin; meluruskan yang menyimpang, mencantumkan yang bermanfaat, membuang hadits-hadits yang dhaif dan jika ada menggantinya dengan hadits-hadits yang shahih. Intinya, gagasan besar buku Ihya Ulumuddin sebenarnya masih tersimpan dalam buku Minhajul Qashidin.

Saya pernah membaca buku yang ditulis tokoh Ikhwanul Muslimin. Buku itu tidak terlalu tebal. Buku itu adalah sebuah intisari dari kitab Madarijus Salikin karya Imam Ibnul Qayyim. Tokoh Ikhwan itu berkata dalam mukadimahnya jika apa yang dia tulis adalah materi-materi yang disampaikannya kehadapan kader-kader Ikhwan ketika di dalam penjara. Saya teringat yang pertama kali menerjemahkan kitab Madarijus Salikin secara lengkap (3 jilid) ke dalam bahasa Indonesia adalah dari penerbit Robbani Press, penerbit yang banyak menerbitkan buku-buku harokah Ikhwanul Muslimin.

Sosok masyaikh Ikhwan yang sangat kental nuansa sufistiknya di antara Syaikh Said Hawwa yang telah mensyarah kitab Al Hikam, sebuah mahakarya Imam Ibnu A'thaillah As Sakandari, seorang gurubesar Tarekat Syadziliyah. Kitab beliau yang lain seperti Tazkiyatun Nufus, yang merupakan intisari dari Ihya Ulumuddin karya Imam Al Ghazali. Lalu ada kitab Tarbiyatunar Ruhiyah yang merupakan rujuk antara harokah dan tasawuf. Mungkin kitab Al Hikam di pilih karena pada hakikatnya kitab itu selain menggambarkan kejernihan, juga menjelaskan hikmah dan keseimbangan, antara dunia dan akhirat, akal dan hati.

Tokoh yang lain adalah Syaikh Muhammad Al Ghazali. Beliau juga telah menulis kitab Al Janib Al 'Athifi fi Al Islam di antaranya banyak menjelaskan isi kitab Al Hikam. Kitab Al Hikam adalah butiran-butiran mutiara berharga dengan bahasa Arab yang fushah sehingga sangat berharga untuk disampaikan dan dijelaskan kepada umat. Buku beliau lainnya yang bernuansa tazkiyatun nafs adalah Fann Adz Dzikri wa Ad Dua' Inda Khatim Al Anbiya. Yaitu pembahasan tentang dzikir dan doa.

Ada yang mengatakan tasawuf adalah kelemahan. Memang betul. Tapi tasawuf yang dimaksud adalah tasawuf yang menyimpang dari syariat. Sementara tasawuf yang menjalankan syariat, justru malah menguatkan dan mensucikan hati. Hal ini telah dijelaskan dalam buku Majmu Fatawa karya Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah. Beliau berkata, "Seorang sufi yang hakiki (shufiyyah al-haqa’iq) haruslah memenuhi 3 syarat berikut:

Pertama, Ia harus mampu melakukan “keseimbangan syar’i”. Yaitu dengan menunaikan yang fardhu dan meninggalkan yang diharamkan. Dengan kata lain, seorang sufi yang hakiki harus komitmen dengan jalan taqwa. Kedua, Ia harus menjalani adab-adab penempuh jalan ini. Yaitu mengamalkan adab-adab syar’i dan meninggalkan adab-adab yang bid’ah. Atau dengan kata lain, mengikuti adab-adab al-Qur’an dan sunnah Nabi saw. Ketiga, bersikap zuhud terhadap dunia dengan meninggalkan hal-hal yang tidak ia butuhkan dan menyebabkannya hidup berlebihan.

Tiga syarat di atas adalah tiga gambaran besar tentang sosok sufi sejati. Para pejuang-pejuang Ikhwanul Muslimin di manapun berada, dari zaman Imam Hasan Al Banna yang syahid di Mesir, Syaikh Abdullah Azzam yang syahid di Afghanistan, hingga Syaikh Ahmad Yasin yang syahid di Palestina, pada gilirannya adalah sosok-sosok sufi sejati yang menghabiskan siang-malam untuk taqarub kepada Allah Swt.

Kamis, 19 November 2015

Ulama Besar Saja Ditipu Syiah, Bagaimana dengan Kita yang Awam?

Siapa yang tidak mengenal nama Syaikh Yusuf Al Qaradhawi? Ulama besar yang dilahirkan dari rahim Universitas Al Azhar. Buku-buku yang beliau tulis sangat banyak jumlahnya. Syaikh Abul A'la Maududi menyebut karya beliau, Fiqhuz Zakat sebagai karya terbaik di abad ke-20. Imam Hasan Al Banna berkata, "Sesungguhnya ia adalah seorang penyair yang jempolan dan berbakat." Di waktu mudanya, Syaikh Yusuf Al Qaradhawi memang dikenal sebagai penyair yang jempolan. Bakat ini tampaknya menurun kepada putra beliau, Abdurrahman yang dikenal sebagai seorang penyair. Bila Hasan Al Banna melihat keilmuan Syaikh Yusuf di masa tuanya, maka pujiannya mungkin akan bertambah, sebagaimana telah disaksikan ulama besar lainnya.

Imam Abul Hasan An Nadwi, ulama terkenal asal India berkata: "Al Qaradhawi adalah seorang 'alim yang sangat dalam ilmunya sekaligus sebagai pendidik kelas dunia."

Al 'Allamah Musthafa Az Zarqa', ahli fiqh asal Suriah berkata: "Al Qaradhawi adalah Hujjah zaman ini dan ia merupakan nikmat Allah atas kaum muslimin." Al Muhaddits Abdul Fattah Abu Ghuddah, ahli hadis asal Suriah berkata: "al Qaradhawi adalah mursyid kita. Ia adalah seorang 'Allamah."

Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz mantan mufti kerajaan Saudi dan ketua Hai'ah Kibarul Ulama berkata: "Buku-bukunya memiliki bobot ilmiah dan sangat berpengaruh di dunia Islam."

Syaikh Qadhi Husein Ahmad, amir Jamiat Islami Pakistan berkata: "Al Qaradhawi adalah madrasah ilmiah fiqhiyah dan da'awiyah. Wajib bagi umat untuk mereguk ilmunya yang sejuk." Syaikh Thaha Jabir al Ulwani, direktur International Institute of Islamic Thought di AS, berkata: "Al Qaradhawi adalah faqihnya para dai dan dainya para faqih."

Syaikh Muhammad Al Ghazali, ulama besar Al Azhar, berkata: "Al Qaradhawi adalah salah seorang Imam kaum muslimin zaman ini yang mampu menggabungkan fiqh antara akal dengan atsar." Ketika ditanya lagi tentang al Qaradhawi, ia menjawab, "Saya gurunya, tetapi ia ustadku. Syaikh dulu pernah menjadi muridku, tetapi kini ia telah menjadi guruku."

Syaikh Abdullah bin Baih ulama besar Saudi berkata: "Sesungguhnya Allamah Dr. Yusuf al Qaradhawi adalah sosok yang tidak perlu lagi pujian karena ia adalah seorang 'alim yang memiliki keluasan ilmu bagaikan samudera. Ia adalah seorang dai yang sangat berpengaruh. Seorang murabbi generasi Islam yang sangat jempolan dan seorang reformis yang berbakti dengan amal dan perkataan. Ia sebarkan ilmu dan hikmah karena ia adalah sosok pendidik yang profesional."

Syaikh Yusuf Al Qaradhawi hafidzahullah pernah mengatakan bahwa pekerjaan yang paling disesalinya adalah mengadakan taqrib antara ahlussunnah dengan syiah.

Kita ketahui bersama, dulu Syaikh Yusuf adalah ulama yang paling getol mensyiarkan perlunya taqrib antara ahlussunnah dengan syiah. Karena gagasannya ini, sebagian orang menuduh beliau sebagai ulama yang sesat. Padahal niat beliau bagus; husnudzon dan menyatukan umat Islam. Tetapi tampaknya usaha beliau ini disalahgunakan oleh ulama-ulama syiah untuk menyebarkan syiah di negeri-negeri sunni. Mereka kini banyak berlindung dibalik "Risalah Amman" di mana Syaikh Yusuf banyak terlibat didalamnya.

Syaikh Yusuf Al Qaradhawi mengubah pandangannya tentang syiah dan taqrib sunnah syiah setelah beliau menyaksikan bahwa kenyataan yang terjadi dilapangan jauh berbeda dengan apa yang diucapkan ulama syiah bahwa mereka tidak mensyiahkan sunni dan tidak mencela sahabat..

Syaikh Yusuf Al Qaradhawi sampai berkata seperti ini dibuku fatwa terbarunya: "Saya tidak ingin mengatakan jika mereka (para ulama Syiah) mengatakan hal ini adalah sebagai bentuk Taqiyyah." Mungkin beliau ingin mengatakan kepada ulama-ulama syiah tersebut, "Apakah anda sedang bertaqiyah? Di sini ngomong A, diluar ngomong B?"

Syaikh Yusuf lanjut berkata, "Akan tetapi saya melihat jika ajaran Syiah yang dominan selalu melampaui seluruh ucapan ulama Syiah di berbagai forum. Ini imbas dari sejarah yang panjang. Inilah wujud realitas yang dipenuhi kebencian dan dendam kesumat.

Saya hanya ingin mengatakan bahwa siapa saja orangnya yang sudah mengenal madzhab Syiah, maka dengan mudah dia akan memahami sikap Syi’ah terhadap para sahabat, terutama terhadap para sahabat senior."

Beliau menegaskan bahwa kebencian syiah kepada para sahabat Nabi itu sangat mudah ditemukan. Bukan suatu yang aneh, apalagi sebentuk konspirasi. Semuanya jelas dan terang benderang.

Lebih lanjut beliau berkata, "Saya sangat sedih ketika terjadi peristiwa di Beirut pada tahun 2008, pada saat pasukan Hizbulloh memasuki rumah-rumah Ahlu Sunnah sambil berteriak, ”Semoga Allah SWT melaknat tiga orang!” Tiga orang yang mereka maksudkan adalah Abu Bakar, Umar bin Khaththab dan Utsman bin Affan. Cerita ini saya dengar dari orang-orang yang bisa dipercaya, karena mereka menyaksikannya sendiri."

Fakta-fakta seperti ini, kini tidak hanya lewat lisan si fulan yang jujur, tapi juga lewat tayangan-tayangan yang dapat dengan mudah kita temui di media-media internet seperti youtube.

Kenyataannya, tidak hanya Syaikh Yusuf Al Qaradhawi yang kena tipu Syiah, ulama-ulama besar dari Al Azhar nasibnya hampir sama seperti beliau. Lembaga taqrib di Al Azhar sudah lama non aktif karena banyak ditentang oleh para ulama besar Al Azhar sendiri seperti Syaikh Muhammad Arafah (anggota Hay’ah Kibar Ulama Azhar), Syaikh Hasanain Makhluf (mantan Mufti Agung Mesir), Syekh Gad elHaq Ali Gad elHaq mantan grand Syaikh al-Azhar, Dr. Abdul Mun’im An Nimr (mantan wakil Grand Syekh al-Azhar dan menteri wakaf Mesir), serta Syaikh Athiyyah Shaqr (ketua komisi fatwa al-Azhar) dan lain-lain.

Karena terbukti terkuak taqiyahnya Al-Qummi dan tak sesuai harapan karena Abdul Husain al-Musawi salah satu penggerak motor Taqrib ternyata menerbitkan kitab al-Muraja’at isinya surat menyurat fiktif dia dengan yang diklaim sebagai Syaikh Al-Azhar yaitu Fadhilatu Syaikh Salim al-Bisyri, sehingga Syaikh Gad elHaq perintahkan Ulama Azhar untuk mentahqiq dan membantah buku fiktif tersebut.

Ulama besar lainnya yang hampir saja kena tipu syiah adalah Prof. DR. Musthafa As Siba'i. Beliau pernah memenuhi seruan ulama Syiah untuk mendamaikan antara Sunnah (Ahlussunnah wal Jama’ah) dengan Syiah. Syaikh As Siba’i menyambutnya dengan baik. Beliau menyampaikan pentingnya ukhuwah dalam kuliah-kuliah, seminar maupun pada kesempatan diskusi akademik.

Namun, Syaikh As Siba’i, kecewa berat. Ulama kenamaan Syiah, Abdul Husein, paska seruan, justru menulis kitab berisi caci maki Shahabat dan ‘Aisyah. Beliau pun memprotes keras kampanye ukhuwah Sunnah-Syiah pada saat itu. Syarafudin Abdul Husen Musawi, jelas As Siba’i, tidak beri’tikad baik untuk berdamai dengan Ahlussunnah. Beliau pun memutuskan untuk keluar dari seruan palsu tersebut. Kisah tersebut ditulis dalam mukaddimah kitabnya, al-Sunnah wa Makanatuha fi al-Tasyri’.

Dalam kasus tersebut, Syaikh Mustafa As Siba’i dikhianati oleh orang-orang Syiah. Ia pun sampai pada kesimpulan bahwa ajakan Syiah sebetulnya bukan ber-ukhwah dengan Ahlussunnah, namun sejatinya mengajak Sunni untuk menjadi Syiah.

Yang menjadi renungan kita adalah, para ulama-ulama besar itu hampir atau sudah kena tipu syiah, apalagi dengan kita yang awam? Hasbunallah wani'mal wakil.

Menyatukan Syiah dan Sunni Ibarat Menyatukan Minyak dengan Air

Apa pandangan saya terkait Syiah? Saya seorang sunni. Ketika saya melihat syiah, apakah saya melihat adanya perbedaan di dalamnya? Bila berbeda, apakah perbedaan itu hanya masalah furu seperti halnya perbedaan mazhab fikih yang empat atau ia terkait dengan ushul agama seperti halnya perbedaan antar agama?

Untuk memulai bahasan ini, saya ingin memulai satu pertanyaan, dalam sejarah, pernahkah syiah dan sunni hidup berdampingan, misalnya saling bersahabat baik? Atau mereka hidup dalam peperangan? Mengapa Daulah Shafawiyah yang syiah memerangi Daulah Utsmaniyah yang sunni? Begitupun sebaliknya. Mengapa Daulah Fathimiyah yang syiah memerangi ahlussunnah hingga menguasai Mesir dan Syam? Dan, mengapa juga Sultan Nuruddin Zanki dan Sultan Shalahuddin Al Ayyubi yang sunni memerangi Daulah Fathimiyah hingga mengusirnya dari Mesir? Mengapa pula Daulah Mamlukiyah yang sunni merombak total kurikulum pendidikan Al Azhar yang semula syiah menjadi sunni? Kenapa terjadi peperangan antara sultan syiah dengan sultan sunni di Peureulak Aceh, sehingga karena berlarut-larutnya peperangan tersebut, akhirnya keduanya bersepakat membagi Aceh Peurelak menjadi dua bagian: Perlak Pesisir (Syiah) dipimpin oleh Sultan Alaiddin Syed Maulana Shah, dan Perlak Pedalaman (Sunni) dipimpin oleh Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (1).

Hingga kini, sebagaimana yang dikatakan Ustadz Fahmi Salim (alumni Al Azhar), Al Azhar tidak pernah mengajarkan fikih selain fikih yang empat. Pada tahun 60 an pernah diwacanakan pengajaran fikih ja'fari yang syiah namun tidak pernah terwujud karena banyak ditentang para Ulama guru besar syariah di Al-Azhar (2). Artinya, Al Azhar ingin mengokohkan institusinya sebagai 100% ahlussunnah.

Sampai disini saja kita bisa menyimpulkan bahwa Syiah dengan ahlussunnah seperti antara minyak dengan air, mana mungkin bisa bersatu. Ini baru membahas sejarahnya, belum lagi isi ajarannya!

Rabu, 18 November 2015

Kelompok Sesat Bekerjasama dengan Kelompok Sesat Lainnya

Imam Ibnu Taimiyah berkata, "Rafidhah (Syiah) itu menjadikan orang-orang yang memerangi Ahlussunnah sebagai teman; mereka bekerja sama dengan Tatar dan Nasrani. Mereka juga menjalin perdamaian dengan orang-orang Eropa… …Apabila umat Islam menang atas Tatar, mereka (Syiah) pun berduka dan bersedih. Sebaliknya, kalau Tatar yang menang, mereka bersuka cita dan bahagia…"

Bukan hanya syiah yang menjadi masalah. Pada umumnya kelompok-kelompok yang beraliran sesat tidak mungkin bekerjasama dengan kelompok-kelompok yang beraliran lurus. Dengan kata lain, mereka malah bekerjasama dengan kelompok-kelompok sesat lainnya. Dulu orang-orang syiah bekerjasama dengan tentara Mongol untuk menghancurkan Baghdad, ibukota kekhalifahan Abbasiyah. Mereka juga bekerjasama dengan orang-orang kafir seperti bangsa Inggris dan Portugal untuk merongrong kekhalifahan Utsmaniyah. Di saat ini, mereka bekerjasama dengan JIL dan Ahmadiyah.

Jadi, bagaimana mungkin orang yang katanya memperjuangkan syariat bekerjasama dalam masalah dien dengan orang yang sangat anti syariat? Bagaimana mungkin orang yang katanya lurus bekerjasama dengan orang yang menyimpang dari agama? Bagaimana mungkin orang yang katanya meyakini Nabi Muhammad sebagai Nabi terakhir bekerjasama dengan orang yang meyakini ada Nabi setelah Nabi Muhammad?

Orang yang baik atau kelompok yang baik dan orang yang sesat atau kelompok yang sesat memiliki dua hati yang bertolak belakang. Sunnatullahnya, Nabi Muhammad Saw. tidak bersahabat dengan Abu Lahab dan Abu Jahal. Karena kedua orang itu jahat dan sesat. Nabi Muhammad Saw. bersabat dengan orang-orang yang memang menghendaki kebaikan, seperti Abu Bakar ash-Shiddiq (yang membenarkan Nabi di saat orang lain mendustakannya) dan Umar al-Faruq (yang mampu membedakan antara yang haq dan yang batil).

Persahabatan itu alami, tidak dibuat-buat, berjalan sesuai dengan sunnah-Nya. Salman al-Farisi jauh-jauh dari Persia untuk bersahabat dengan Nabi, begitupun dengan Shuaib ar-Rumi yang berasal dari Romawi. Bagaimana bisa persahabatan itu diciptakan karena adanya jarak yang dekat atau jauh. Persahabatan Nabi dengan para sahabatnya tercipta karena sunnatullah, bukan hasil kreasi manusia.

Abu Lahab dan Abu Jahal adalah dua orang paman Nabi. Bahkan, Abu Lahab adalah orang yang menyembelih domba akikah ketika Nabi lahir, tetapi ketika Nabi memproklamirkan kenabian dan kerasulannya, ia menolak bersahabat dengan Nabi bahkan menjadi musuhnya yang paling utama. Bukankah pula istri Nabi Luth terkena azab Allah atas kaum Sadum, padahal dia istri seorang Nabi? Mengapa dia tidak mau bersahabat dengan Nabi? Begitupun dengan Kan’an putra Nabi Nuh, Azar bapak dari Nabi Ibrahim, Fir’aun bapak angkat Nabi Musa. Ketiga orang itu tidak mau bersahabat dengan orang yang sudah jelas hujjahnya dan sudah dikenal baik akhlaknya.

Ketika Allah menyatakan “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”, kenyataannya seperti itu. Karena persaudaraan itu adalah fitrah dan sunnatullah. Di belahan bumi manapun, ketika iman menyatukan kita, ketika kebaikan yang utama, kita adalah dekat, lebih dekat daripada pertalian darah, seperti persahabatan kaum Muhajirin dan Anshar. Kedua kaum ini dari tempat yang berbeda; terbentang jarak ratusan kilometer. Apakah kedua kaum itu berdiri di atas peradaban yang berbeda setelah mereka berkumpul bersama? Allah Swt. berfirman, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imran: 103).

Ketika ada nafsu syahwat terselip dalam persahabatan kita, maka nafsu tersebut akan merenggangkan persahabatan kita. Semakin banyak syahwat itu terkumpul, semakin rengganglah ikatan persahabatan kita. Jika gosip mengalahkan kenyataan yang sesungguhnya, maka ia dibutakan dari kebenaran. Jika kita berusaha menjadi orang yang baik, secara sunnatullah kita akan berkumpul dan bekerjasama dengan orang-orang yang baik pula, seperti doa robithoh yang sering kita panjatkan,
Ya Allah, sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa sesungguhnya hati-hati kami ini,
telah berkumpul karena cinta-Mu,
dan berjumpa dalam ketaatan pada-Mu,
dan bersatu dalam dakwah-Mu,
dan berpadu dalam membela syariat-Mu.
Maka ya Allah, kuatkanlah ikatannya,
dan kekalkanlah cintanya,
dan tunjukkanlah jalannya,
dan penuhilah ia dengan cahaya yang tiada redup,
dan lapangkanlah dada-dada dengan iman yang berlimpah kepada-Mu,
dan indahnya takwa kepada-Mu,
dan hidupkan ia dengan ma'rifat-Mu,
dan matikan ia dalam syahid di jalan-Mu.
Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan sebaik-baik penolong.
Aamiin...

Arab Saudi Memberontak Melawan Kekhalifahan Utsmaniyah?

Selama ini saya sering mendengar dari salah satu harokah sebelah yang sering meributkan bahwa kerajaan Arab Saudi adalah salah satu penyebab runtuhnya Daulah Khilafah Utsmaniyah. Lalu mereka mengatakan bahwa kerajaan Arab Saudi berkomplot dengan Inggris untuk mengusir Daulah Khilafah dari tanah Arab. Akhir-akhir ini yang meributkan hal ini tidak hanya dari harokah tersebut, tapi juga sebagian dari saudara saya dari ASWAJA dan dari kelompok syiah yang berwajah sunni. Apakah benar yang terjadi seperti itu? Saya bukan orang yang sering mereka sebut sebagai "wahabi". Dalam beberapa pendapat, saya berbeda dengan kelompok ini. Namun saya selalu ingin bersikap adil, entah kepada kawan dekat maupun kawan jauh, dan kepada musuh sekalipun. Agar saya dapat lebih obyektif dalam menilai.

Pertama, wilayah Daulah Utsmaniyah terbentang luas dari Asia, Afrika, hingga sebagian Eropa. Arab Saudi hanyalah sedikit wilayah dari sekian besar wilayah Daulah Utsmaniyah. Jika Arab Saudi yang dipermasalahkan, lalu mengapa negara-negara lain bekas wilayah Daulah Utsmaniyah tidak dipermasalahkan? Jika Arab Saudi yang notabene sebagai negara berbasis syariah, mengapa negara lain yang jauh lebih sekuler tidak dipermasalahkan? Taruhlah Arab Saudi memang betul melepaskan diri dari Daulah Utsmaniyah, lalu bagaimana dengan negara lain yang juga melepaskan diri dari Daulah Utsmaniyah, bahkan banyak negara yang sudah jauh-jauh hari sebelum berdirinya kerajaan Arab Saudi sudah menyatakan berpisah dari Daulah Utsmaniyah?

Negara atau wilayah yang mula-mula memisahkan diri dari Daulah Utsmaniyah adalah apa yang disebut sebagai Daulah Shafawiyah di zaman dulu atau Iran yang dikenal sekarang. Negara Iran sudah kita ketahui bersama adalah negara yang berpaham Syiah. Tidak hanya memisahkan diri dari Daulah Utsmaniyah, Daulah Shafawiyah juga menyebarkan Syiah dan merongrong kekuasaan Daulah Utsmaniyah dengan membunuhi ribuan ahlussunnah dan menghancurkan banyak masjid.

Pemimpin Utsmaniyah, Sultan Salim, menanggapi serius upaya yang dilakukan oleh Daulah Shafawiyah terhadap rakyatnya. Pada tahun 920 H/1514 M, Sultan Salim membuat keputusan resmi tentang bahaya pemerintah Iran ash-Shafawi. Ia memperingatkan para ulama, para pejabat, dan rakyatnya bahwa Iran dengan pemerintah mereka ash-Shafawi adalah bahaya nyata, tidak hanya bagi Turki Utsmani bahkan bagi masyarakat Islam secara keseluruhan. Atas masukan dari para ulama, Sultan Salim mengumumkan jihad melawan Daulah Shafawiyah. Sultan Salim memerintahkan agar para simpatisan dan pengikut Daulah Shafawiyah yang berada di wilayahnya ditangkap dan bagi mereka yang melakukan pelanggaran berat dijatuhi sangsi hukuman mati (Juhud al-Utsmaniyin li Inqadz al-Andalus).

Peperangan antara Daulah Syiah Shafawi dengan umat Islam yang diwakili Turki Utsmani pun benar-benar terjadi. Sadar bahwa Turki Utsmani begitu besar untuk ditaklukkan, ash-Shafawi menjalin sekutu dengan orang-orang kafir Eropa yakni orang Kristen Portugal kemudian Kerajaan Inggris. Di antara poin kesepatakan kedua kelompok ini adalah Portugal membantu Shafawi dalam perang terhadap Bahrain, Qathif, dan Turki Utsmani.

Panglima Portugal, Alfonso de Albuquerque, mengatakan, “Saya sangat menghormati kalian atas apa yang kalian lakukan terhadap orang-orang Nasrani di negeri kalian. Sebagai balas jasa, saya persiapkan armada dan tentara saya untuk kalian dalam menghadapi Turki Utsmani di India. Jika kalian juga ingin menyerang negeri-negeri Arab atau Mekah, saya pastikan pasukan Portugal ada di sisi kalian, baik itu di Laut Merah, Teluk Aden, Bahrain, Qathif, atau di Bashrah, Syah Ismail akan melihat saya di Pantai Persia dan saya akan melakukan apa yang dia inginkan.” (Qira'ah Jadidah di Tarikh al-Utsmaniyin).

Tawaran kerja sama Portugal ini bukanlah sesuatu yang tanpa pamrih, mereka menginginkan membangun sebuah pangkalan di Teluk Arab. Bantuan kerja sama militer ini juga menjanjikan pembagian wilayah taklukkan; Shafawi mendapatkan Mesir dan Portugal diiming-imingi dengan tanah Palestina (Qira'ah Jadidah di Tarikh al-Utsmaniyin). Pasukan Salib Portugal mengetahui, bekerja sama dengan negeri-negeri muslim Teluk atau mengadakan kontak senjata dengan mereka akan berbuah kegagalan terhadap misi mereka. Shafawi adalah pilihan tepat bagi mereka untuk masuk memuluskan misi mereka di dunia Arab.

Jadi, bila ingin menyalahkan Kerajaan Arab Saudi dalam hal ini, maka salahkan juga negara-negara lainnya. Salahkan juga Mesir, Suriah, Yordania, Libya, dan seterusnya, mengapa mereka memisahkan diri dari Daulah Utsmaniyah dan terlebih lagi mendirikan negara sekuler atau jauh dari syariat. Dan yang patut disalahkan lagi adalah dengan Iran. Mereka tidak hanya memisahkan diri dari Daulah Utsmaniyah, tetapi juga merongrong kekuasaan Daulah Utsmaniyah yang sunni dan membunuhi rakyatnya yang ahlussunnah.

Selasa, 10 November 2015

Kudeta Mesir Di Ambang Kehancuran

Tampaknya para pimpinan kudeta Mesir sudah mulai ketar ketir. Mereka dibayangi oleh ketidakmenentuan nasib mereka di Mesir. Di belakang mereka dibayangi oleh kezaliman yang telah mereka perbuat, di depan mereka dibayangi oleh hukuman yang akan mereka tanggung di dunia dan akhirat.

Oleh karena itulah, saat ini, mereka sedang memperlambat jarak mereka dari hukuman yang akan mereka terima kelak. Yaitu dengan cara menghapus 18 pimpinan Ikhwanul Muslimin dari daftar hitam. Termasuk di dalamnya adalah mengampuni Mursyid Am Ikhwanul Muslimin, Prof. DR. Muhammad Badi' hafidzahullah. Jalan yang mereka tempuh kini setengah-setengah, mengampuni Ikhwanul Muslimin sambil berharap mereka kelak tidak mendapat hukuman dari kudeta yang mereka lakukan. Tapi dalam hati dan pikiran mereka masih menginginkan mereka tetap berkuasa, entah bagaimana caranya. Mungkin ini yang namanya mimpi. Mimpi disiang bolong.

Allah Swt. telah menegaskan bahwa orang yang melakukan kezaliman, pada hakikatnya dia telah menzalimi dirinya sendiri. (al-Baqarah: 231) Orang-orang zalim akan terkena akibat buruk dari perbuatan mereka sendiri. (az-Zumar: 51) Mereka akan tertimpa akibat dari perbuatan mereka sendiri dan mereka akan diliputi oleh azab yang dulu selalu mereka perolok-olokkan. (an-Nahl: 34)

Jadi, tunggu saja tanggal mainnya, wahai orang-orang yang zalim!

Taman Orang Jatuh Cinta karya Imam Ibnul Qayyim

Buku "Taman Orang Jatuh Cinta: Tamasya Orang yang Terbakar Rindu" adalah salah satu buku yang saya edit. Tebalnya 464 halaman. Buku ini sangat bagus terutama bagi orang yang tengah dimabuk asmara terhadap lawan jenis. Diterjemahkan dari kitab aslinya yang berjudul "Raudhatul Muhibbin man Nuzhatul Musytaqin" karya Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah Rahimahullah.

Berikut ini adalah salah satu perkataan Imam Ibnul Qayyim yang ada dalam buku tersebut:
"Salah satu kecocokan seseorang dengan orang yang dicintainya adalah keserasian akhlak, keselarasan jiwa, rindunya satu jiwa kepada jiwa yang selaras dengannya. Secara alami, kesamaan sesuatu akan menarik kebersamaan dua jiwa. Dua jiwa yang serupa dalam dalam penciptaannya yang asli akan menghasilkan daya tarik antara keduanya. Sekali lagi hal itu terjadi secara alami, tidak bisa dicari latar belakangnya atau alasan tarik menarik di antara keduanya. Seperti halnya sepotong besi dengan biji-biji debu yang mengandung sifat magnetik. Tidak dapat disangkal bahwa daya tarik kedua ruh semacam itu, lebih kuat daripada daya tarik material lainnya."

Ingin saya katakan, mengomentari perkataan Imam Ibnul Qayyim di atas, bahwa beliau, tidak hanya memahami ilmu-ilmu syariat, tetapi juga sangat memahami ilmu psikologi dan sosial. Intinya all about love ada di dalam buku ini.

Senin, 09 November 2015

NU itu Syiah Minus Imamah

Orang syiah merasa gembira dengan perkataan Gus Dur yang mengatakan NU itu syiah minus imamah. Bahwa perkataan itu menunjukkan dukungan Gus Dur kepada syiah. Bahwa NU itu dekat dengan syiah. Padahal kenyataannya tidaklah demikian.

Sebagaimana dikatakan orang syiah yang bernama Candiki Repantu dalam situs http://www.alhassanain.com/…/im…/imamah_dan_wilayah/001.html:

"Salah satu perbedaan pokok yang mendasar antara sunni dan syiah adalah keyakinan tentang imamah. Keyakinan pada posisi imamah ini begitu mendasar dalam mazhab syiah imamiyah, sehingga dijadikan salah satu prinsip agama (ushuluddin), selain keyakinan pada ketuhanan (tauhid), keadilan (al-adl), kenabian (an-nubuwah), dan hari kebangkitan (al-ma’ad). Sehingga secara sederhana dapat dikatakan, seseorang dapat disebut sebagai penganut syiah jika ia mempercayai adanya imam yang dipilih Nabi saaw, yang secara formal berhak penuh melanjutkan kedudukan menggantikan Nabi Muhammad sebagai Imam seluruh umat, yang dalam keyakinan syiah, orang yang dipilih nabi tersebut adalah Ali bin Abi Thalib, kerabat dan menantu beliau."

Imamah dalam syiah adalah rukun iman dan pokok agama mereka. Sedangkan di NU tidak mengenal yang demikian itu. Rukun iman di NU sangat jauh dari istilah imamah. Contoh implikasi imamah adalah bila syiah selain mengambil hadits dari Rasulullah juga dari imam yang duabelas. Sedangkan NU tidaklah mengikuti dengan cara seperti itu. NU mengikuti hadits sebagaimana yang telah digariskan ahlussunnah wal jamaah. Artinya, NU tidak mempercayai hadits-hadits diluar yang telah ditetapkan oleh ijma ulama ahlussunnah waljamaah. Syiah mengatakan imam yang duabelas itu maksum, sedangkan bagi NU imam yang duabelas itu tidak maksum. Yang maksum hanya Nabi Saw. Jadi kalau sudah ngomongin akidah orang NU dengan orang syiah jelas berbeda 180 derajat. Bila Gus Dur mengatakan NU itu syiah minus imamah artinya NU itu bukan syiah. NU itu ahlussunnah. Gitu aja kok repot 
smile emotikon

Minggu, 08 November 2015

Bukti Kebenaran Islam

Sudah tidak terhitung jumlah umat Islam yang hafal Al Quran. Seandainya seluruh Al Quran yang ada di dunia ini hangus terbakar, Al Quran akan tetap abadi di dalam dada kaum muslimin yang telah menghafalnya. Sedikit saja kesalahan dalam tulisan atau bacaannya maka akan dengan mudah diketahui oleh umat Islam yang lainnya. Al Quran dengan sempurna dan utuh diwariskan turun temurun secara mutawatir. Oleh karenanya sangat mustahil mereka bersepakat dalam kebatilan.

Ketika Zaid bin Tsabit diminta melukiskan kesukaran melakukan tugas suci menghimpun Al Quran, ia berkata, "Demi Allah, seandainya mereka memintaku untuk memindahkan gunung dari tempatnya, akan lebih mudah kurasa dari perintah mereka menghimpun Al Quran." Perkataan Zaid ini menunjukkan beban dan tanggung jawab seorang mukmin terhadap amanah ilmiah. Beliau tidak main-main dalam memperlakukan Al Quran

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah berkata, "Untuk mengkaji satu ayat saja, saya telah membaca 100 kitab tafsir." Tidak hanya itu, bila mendapatkan masalah ilmu yang cukup pelik, maka beliau beristighfar 1000 kali atau berdoa kepada Allah dalam sujudnya, "Ya Allah Tuhan yang mengajari Adam dan Ibrahim, ajarilah aku!"

Ibnu Umar Ra. ketika meriwayatkan hadits Nabi badannya bergetar karena takut kepada Allah jika saja salah meriwayatkan hadits. Padahal beliau adalah anak dari Amirul Mukminin. Disebutkan juga bahwa beliau adalah salah satu sahabat Nabi yang paling berilmu.Ketakutan beliau menunjukkan kehati-hatian beliau terhadap hadits Nabi. Sebagaimana sabda Nabi Saw.: "Barangsiapa yang berdusta atas namaku secara sengaja, maka hendaklah dia menempati tempat duduknya di neraka." (HR. Bukhari dan Muslim)

Imam Bukhari mengerjakan shalat istikharah setiap kali akan menulis hadits Nabi. Beliau kerahkan secara maksimal seluruh potensi yang ada untuk meraih keshahihan hadits. Tidak hanya ilmu yang melekat di kepalanya, tetapi terlebih bahwa kebenaran itu datangnya dari Allah Swt. Oleh karenanya beliau memohon petunjuk dan pertolongan kepada Allah.

Para ulama menghasilkan ilmu jarh wat ta'dil dengan tujuan menjaga kemurnian dan kebenaran Islam. Bila perawinya dhaif maka akan dikatakan dhaif. Bila perawinya shahih maka akan dikatakan shahih. Semuanya tampak jelas rambu-rambunya, bukan hawa nafsu si penilai.

Selama ini kaum orientalis dan sekuler bingung mencari celah atas kesalahan kaum muslimin terhadap ajaran agamanya. Mereka ingin menyerang Al Quran dan Al Hadits tapi serangan itu semakin menunjukkan betapa bodohnya mereka dan semakin menunjukkan bahwa apa yang mereka lakukan bukanlah suatu yang ilmiah.

DR. Edward Said, dalam bukunya yang kesohor, Orientalism, mengatakan bahwa kegiatan yang dilakukan oleh para orientalis dalam meneliti agama islam, khususnya hadits, bukanlah pekerjaan yang non profit oriented, artinya mereka memiliki tujuan tertentu dengan meneliti agama Islam sedemikian rupa, tujuan itu antara lain adalah mencari kelemahan Islam dan kemudian mencoba menghancurkannya pelan-pelan dari dalam.

Maka tentu saja perbedaannya akan tampak, yaitu antara ulama dengan para orientalis itu. Yang pertama adalah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsu. Sedangkan kelompok kedua adalah orang yang memperturutkan hawa nafsu. Buah dari kelompok pertama adalah petunjuk, sedangkan buah dari kelompok kedua adalah kesesatan.

"Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapatkan petunjuk dari Allah sedikitpun..." (QS. Al Qashash: 50)

Jumat, 06 November 2015

Sumbangsih Tarekat bagi Kebangkitan Islam

Apa pandangan saya tentang tarekat? Apakah ia menyimpang dari kebenaran? Jawaban saya, saya tidak berani mengatakan tarekat itu menyimpang dari kebenaran. Karena saya bukanlah ahli agama atau hakim yang mampu memutuskan perkara. Saya hanya ingin mengungkapkan pandangan saya yang mungkin benar, mungkin juga salah. Tapi yang pasti adalah sejarah telah mencatatnya.

Bagi saya, tarekat pada awal mulanya adalah perwujudan dari ijtihad ulama. Tarekat adalah gerakan tasawuf yang terorganisir. Ia banyak bermunculan setelah banyak terjadinya kekacauan di negeri Islam yang dilakukan oleh orang-orang kafir, seperti direbutnya Baghdad, ibukota kekhalifahan Abbasiyah, oleh tentara-tentara Mongol pimpinan Hulaghu Khan dan dikuasainya Yerusalem oleh tentara-tentara salib.

Tentu para ulama heran, bagaimana bisa umat Islam yang memiliki agama yang agung, dikalahkan dan dipecundangi sedemikian rupa oleh orang-orang kafir. Para ulama memandang hal ini sebagai sesuatu yang berbahaya bagi umat dan melihat apa yang sesungguhnya terjadi. Salah satu ulama yang mula-mula melihat kondisi yang mengkhawatirkan ini adalah Imam Al Ghazali rahimahullah. Tampaknya beliau melihat bahwa yang terjadi sesungguhnya adalah umat Islam yang hubbud dunya, jauh dari agama. Sehingga umat Islam tidak begitu mempunyai semangat dalam memperjuangkan agamanya. Maka para ulama mulai menghidupkan ajaran ruhani dalam Islam, agar umat menyadari dari lubuk hatinya yang paling dalam, tentang kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuatnya, pentingnya tazkiyatun nafs dan taqarub kepada Allah, dan segera kembali pada agamanya yang nyatanya bernilai mulia.

Membangkitkan kesadaran hati dengan nilai-nilai ruhani nyatanya mampu memunculkan ghirah atau semangat baru sehingga umat pun bangkit dari keterpurukannya; hidup zuhud, jujur, sabar, tawakal, ridha, taat, syukur, mujahadah, dan melakukan kebaikan-kebaikan lainnya. Maka lahirlah dari tarbiyah itu pemimpin-pemimpin saleh seperti Shalahuddin Al Ayyubi, Nuruddin Zanki, Ertugrul, dan Muhammad Al Fatih.

Tidaklah mengherankan bila gerakan tarekat adalah gerakan yang sangat anti terhadap penjajahan. Para pengikut tarekat tidak malu-malu mengatakan penjajah itu orang kafir dan perang yang mereka kobarkan sebagai jihad fisabilillah.

Syaikh Abdussamad al-Palimbani (dari Palembang) menulis sejumlah kitab tentang jihad fisabilillah sebagai dorongan untuk mengusir pasukan kafirin, di antaranya Nashihat Al-Muslimin wa Tadzkirat al-Mu'minin fi Fadha'il Al-Jihad fi Sabil Allah. Beliau juga telah menulis surat kepada Sultan Mataram (Hamengkubuwono I) dan Susuhunan Prabu Jaka (putra Amangkurat IV) yang dapat dianggap dorongan untuk terus berjihad melawan orang kafir, sebagaimana dilakukan para sultan Mataram sebelumnya. Syaikh Abdussamad seorang sufi yang tidak mengabaikan urusan dunia, bahkan mungkin boleh disebut militan. Tidak mengherankan kalau murid-muridnya yang ahli tarekat juga siap untuk berjihad fisik.

Ulama tarekat lainnya yang memimpin gerakan jihad melawan kafir penjajah adalah Syaikh Yusuf Makassar Tajul Khalwati. Akibat perlawanannya yang sengit terhadap penjajah, dia dibuang ke beberapa tempat. Di Banten ia mengobarkan jihad, lalu tertangkap. Kemudian dibuang ke Srilangka. Di Srilangka beliau juga tidak diam, penjajah kafir membuangnya lagi ke Afrika Selatan. Bisa anda bayangkan betapa sangat jauhnya ulama yang satu ini dibuang karena ketakutan penjajah kafir akan pengaruhnya terhadap gerakan anti penjajahan.

Pada perang padri di Sumatera Barat selama 17 tahun (1821 - 1838) pimpinan yang terkenal adalah Tuanku Iman bonjol (Muhammad Syahab). Imam bonjol ini adalah seorang ulama Tarekat selalu didampingi para penasehat dan dibantu oleh panglima-panglima pasukan yang kebanyakan ulama yang mengamalkan Tarekat diantaranya Tarekat Naqsyabandiyyah, Qodiriyyah dan Samaniyah , sebagian dari mereka tertawan Belanda dan sebagian gugur.

Peran dan jasa tarekat dalam melakukan perlawanan terhadap penjajahan juga tampak menonjol dalam Perang Diponegoro (1825-1830). Dalam pertempuran itu, Pangeran Diponegoro disokong para kiai, haji dan kalangan pesantren. Dalam perjuangan yang dilakukan Diponegoro, Kyai Maja pun tampil sebagai pemimpin spiritual pemberontakan tersebut. Untuk menarik dukukan dari pondok pesantren, tokoh agama dan jasa pengikut tarekat, Pangeran Diponegoro menyebut pemberontakannya sebagai perang suci atau perang sabil.Tak heran, jika kemudian peran dan jasa para pengikut tarekat dan umat Islam lainnya, pada waktu itu meyakini pemberontakan Diponegoro itu sebagai perang suci untuk mengembalikan pemerintahan Islam di Jawa. Perang itu pun digaungkan Diponegero untuk mengusir kolonial Belanda yang tak beriman dari tanah Jawa.

Selain itu, sejarah juga mencatat banyak lagi gerakan pemberontakan melawan penjajah belanda yang dimotori tarekat, seperti pemberontakan di Banjarmasin, Kalimantan Selatan (1859-1862), kasus Haji Rifa'I (Ripangi) dari Kalisasak (1859), Peristiwa Cianjur-Sukabumi (1885), Pemberontakan Petani Cilegon-Banten (1888), Gerakan Petani Samin (1890-1917) dan Peristiwa Garut (1919).

Dalam pemberontakan Cilegon - BANTEN 1888 Selama satu tahun yang menjadi pimpinan pemberontakan adalah KH. Marzuqi putera menantu KH. Asnawi kholifah Tarekat Qodiriyah Wan Naqsyabandiyah, pengganti Syaikh Abdul Karim kholifah TQN pertama di Banten. Kerugian Belanda amat besar. KH. Asnawi di tangkap Belanda. Atas bukti-bukti tersebut di atas, maka pemerintah penjajah Belanda memandang Tarekat sebagai musuh besar yang sangat ditakuti dan harus dikikis habis.

Di India Sultan Aurangzeb (pertengahan abad ke-17) adalah penganut tarekat Naqsyabandiyah. Tarekat inilah yang punya andil dalam perubahan besar kehidupan beragama di bawah Sultan ini. Agama resmi yang diciptakan Sultan Akbar, Din-i Ilahi, yang merupakan perpaduan Islam dan Hindu, digantikan dengan Islam yang murni dan berorientasi syariah. Dalam salah satu surat kepada Sultan Aurangzeb, Syaikh Muhammad Ma`sum (seorang ulama tarekat Naqsyabandiyah) menganjurkannya untuk menunaikan jihad dalam dua dimensinya, yaitu perang melawan kafir (dalam hal ini negara tetangga Qandahar yang Syiah) dan perang melawan nafsu.

Itulah tarekat yang saya ketahui. Saya tidak menyetujui kemungkaran bila ada di dalamnya. Sekaligus saya tidak menafikan sumbangsihnya dalam kebangkitan peradaban Islam. Dan, setiap ijtihad ulama di zamannya berbeda-beda, bisa jadi satu ajaran Islam yang menjadi prioritas gerakannya di satu zaman, sedangkan di zaman lainnya, prioritasnya yang lain. Bukan berarti bahwa ulama-ulama itu hanya memahami Islam secara parsial, tapi justru ulama-ulama itu datang membawa obat yang diperlukan umat yang sakit.

Kamis, 05 November 2015

Membaca Fenomena Keberanian 'Menyerang' Islam Secara Terang-terangan (2)

"Kami berkuasa maka pemaaf sifat kami,
Tatkala kalian berkuasa
Darah pun mengalir rata
Tidaklah mengherankan perbedaan diantara kita
Karena setiap bejana merembes sesuai isinya."

Syair yang ditulis Dr. Musthafa As Siba’i dalam bukunya yang berjudul "Peradaban Islam Dulu, Kini, dan Esok" menggambarkan realitas umat Islam dan orang-orang kafir ketika mereka berkuasa. Bahwa umat Islam ketika berkuasa maka memaafkan adalah sifat mereka. Namun ketika orang kafir yang berkuasa, maka mereka melakukan perbuatan zalim kepada umat Islam. Kejadian seperti ini sudah banyak contohnya. Seperti yang terjadi di Ambon-Maluku, Tolikara, Manokwari, Myanmar, Palestina, Philipina, dan Uyghur-China.

Dalam peperangan Tartar di negeri Syiria banyak orang-orang Islam, Yahudi, dan Nashrani menjadi tawanan pasukan Tartar. Syaikh Ibnu Taimiyah dengan gagah berani menemui pemimpin Tatar untuk membicarakan persoalan tawanan dan pembebasan tawanan mereka. Pemimpin Tatar mengabulkan pembebasan tawanan kaum muslimin saja, tidak dengan kaum Nashrani dan Yahudi. Namun Syaikh, yang di dunia Barat dikenal sebagai ulama fundamentalis-ekstrimis, menolak! Ia berkata: "Yang harus dibebaskan adalah semua tawanan yang ada pada Anda, termasuk kaum Yahudi dan Nashrani. Mereka ini adalah ahli dzimmah kami. Kami tidak akan membiarkan seorang tawanan pun baik dari ahli dzimmah maupun ahli millah." (lihat buku Peradaban Islam Dulu, Kini dan Esok karya Dr. Musthafa As Siba'i, lihat juga buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah karya Abul Hasan Ali An Nadwi).

Syaikh Muhammad Hasan salah seorang ulama pendukung Presiden Muhammad Mursi mengatakan berikut ini ketika Mursi berhasil memenangkan pemilu Presiden Mesir: "Saya berpesan kepada saudaraku umat Nashrani Koptik: “Demi Tuhan yang memiliki Ka’bah! Sungguh kalian hidup bersama kami berabad-abad dan kalian akan tetap hidup bersama kami berabad-abad lagi ke depannya dengan aman, tentram di bawah syariat Allah swt. dan Rasul-Nya, karena pengikut syariah tidak akan rela kezhaliman menimpa kalian selamanya, karena kalian adalah wasiat Nabi Muhammad saw., kami dan kaliam menaiki bahtera satu, jika bahtera ini selamat, maka kita semua akan selamat, jika bahtera ini hancur maka kita semua hancur."

Lebih lanjut kesaksian seorang Yahudi bernama Max I. Dimon menyatakan bahwa “salah satu akibat dari toleransi Islam adalah bebasnya orang-orang Yahudi berpindah dan mengambil manfaat dengan menempatkan diri mereka di seluruh pelosok Empirium Islam yang amat besar itu. Lainnya ialah bahwa mereka dapat mencari penghidupan dalam cara apapun yang mereka pilih, karena tidak ada profesi yang dilarang bagi mereka, juga tak ada keahlian khusus yang diserahkan kepada mereka.”

Pengakuan Max I. Dimon atas toleransi Islam pada orang-orang Yahudi di Spanyol adalah pengakuan yang sangat tepat. Ia bahkan menyatakan bahwa dalam peradaban Islam, masyarakat Islam membuka pintu masjid, dan kamar tidur mereka, untuk pindah agama, pendidikan, maupun asimilasi. Orang-orang Yahudi, kata Max I. Dimon selanjutnya, tidak pernah mengalami hal yang begitu bagus sebelumnya.

Ketika orang-orang kafir sangat masif menyerang Islam akhir-akhir ini, sesungguhnya kejadian itu menimbulkan tanda tanya. Apakah kondisi orang kafir sudah mulai berada di atas umat Islam sehingga mereka begitu mudah dan terang-terangan; tanpa takut lagi, menyerang Islam? Atau kondisi umat Islam saat ini yang telah terkontaminasi oleh pemikiran sekuler dan opini-opini sesat orang-orang kafir sehingga seolah mereka tak berdaya dalam menghadapi serangan kotor tersebut?

Kita ketahui bersama bahwa pelaku utama korupsi yang banyak merugikan negara hingga trilyunan justru dipraktikkan oleh orang-orang kafir. Namun media sekuler dan kafirin mengerdilkannya dan justru membesar-besarkan berita korupsi yang dilakukan oleh segelintir umat Islam. Lalu di caplah bahwa pelaku utama korupsi di negeri ini adalah umat Islam. Umat Islam adalah biang keroknya! Siapa Eddi Tanzil yang korupsinya mencapai 9 trilyun jika nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sekitar 700 %, jauh lebih dahsyat dari nilai skandal Bank Century yang hanya Rp 6,7 triliun? Lalu siapa koruptor-koruptor BLBI yang korupsi Rp 225 trilyun, Hendra Rahardja yang merugikan negara sebesar Rp 2,6 triliun, Maria Pauline yang merugikan negara sebesar Rp 1,7 triliun, Anton Tantular yang merugikan negara Rp 3,11 triliun, Dewi Tantular yang merugikan negara Rp 3,11 triliun, Tony Suherman yang merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika, Lesmana Basuki diduga merugikan negara sebesar Rp 209 miliar dan 105 juta dollar Amerika, Marimutu Sinivasan merugikan negara Rp 20 miliar, Sukanto Tanoto diduga merugikan negara sebesar 230 juta dollar Amerika?

Belum lagi bila membicarakan kasus yang melibatkan Miranda Goeltom, Theo Toemion, Freddy Harry Sualang mantan, Panda Nababan, Max Moein, Ni Luh Mariani Tirta Sari, Olly Dondokambey, Rusman Lumbatoruan, Willem Tutuarima, Poltak Sitorus, Aberson M Sihaloho, Jeffey Tongas Lumban Batu, Matheos Pormes, Engelina A Pattiasina, Sengman Tjahja, Basuki, Elizabeth Liman, Yudi Setiawan, Artalyta Suryani alias Ayin dsb.

Jangankan ketika menjadi mayoritas, ketika menjadi minoritas pun orang-orang kafir telah banyak membuat kerusakan. Namun atas nama Hak Asasi Manusia kemudian kerusakan itu mereka tutup seolah tidak pernah ada. Mereka menuduh orang Islam sebagai koruptor, atau PKS, misalnya, sebagai partai terkorup, maka bila dibanding dengan korupsi yang dilakukan orang kafir atau korupsi partai-partai sekuler, maka itu tidak ada apa-apanya meskipun tentu saja korupsi besar atau kecil itu salah.

Sejarah adalah pelajaran berharga bagi kita. Sekali lagi bukan karena kita dendam dengan mereka, justru kita memaafkan mereka, tapi agar kejahatan mereka tidak terulang lagi dikemudian hari. Bahwa kita, hari ini, haruslah mencegah kezaliman itu berulang, tidak hanya kepada diri kita, bahkan kepada mereka yang tidak seagama dengan kita. Mulai dari diri kita, sadar akan posisi kita sebagai muslim di negeri ini, sadar bahwa keislaman kita hari ini adalah berkat perjuangan para leluhur kita; para ulama, orangtua kita, orang-orang saleh, para dai yang gigih berjuang menyerukan kalimat Allah. Sedangkan hari esok, anak-cucu kita, keislamannya ditentukan oleh apa yang kita perjuangkan hari ini. Bila hari esok peradaban Islam itu luntur di negeri ini, jangan salahkan siapa-siapa. Salahkan diri kita sendiri mengapa berdiam diri.

Rabu, 04 November 2015

Membaca Fenomena Keberanian 'Menyerang' Islam Secara Terang-terangan (1)

Akhir-akhir ini sering saya dapatkan komentar orang-orang kafir di situs-situs Islam. Mereka sudah tidak sembunyi-sembunyi lagi mengutarakan opini mereka ditengah kaum muslimin. Padahal apa yang mereka komentari tidak ada sangkut pautnya dengan mereka secara langsung. Mereka mengutarakan ketidaksukaan dan ejekan pada syariat Islam, para pejuang syariat, ulama, dan orang-orang saleh. Bahkan di antara mereka ada yang berani menyamar sebagai ustadz, ada koordinator JASMEV yang memakai jilbab padahal orang kafir. Fenomena apakah ini?

Terus terang selama bertahun-tahun saya berselancar di internet, baru beberapa bulan terakhir ini saja saya merasakan serangan mereka begitu masif. Tapi saya punya pendapat yang mungkin salah, mungkin benar. Pendapat saya, fenomena ini terjadi karena:

Pertama, mulai bermunculannya kasus korupsi yang melibatkan petinggi PKS. Kondisi ini mengakibatkan tergerusnya pengaruh positif politik Islam secara umum ditengah masyarakat. Karena saat ini ada anggapan bahwa satu-satunya partai Islam yang real adalah PKS, maka ketika PKS menjadi negatif, otomatis politik Islam akan menjadi negatif. Orang-orang kafir menggunakan situasi ini untuk kepentingan mereka; mempengaruhi opini publik bahwa Islam itu buruk.

Kedua, kemenangan Jokowi-Ahok di pilgub DKI lalu kemenangan Jokowi-JK di pilpres adalah dua kemenangan yang beruntun terjadi. Dua kemenangan ini dipercaya atau tidak adalah dua kemenangan yang sangat disukai oleh kelompok sekuler dan kaum kafirin. Berkat dua kemenangan ini mereka seolah mempunyai alasan untuk berani berbicara lebih lantang tanpa perlu takut lagi karena masyarakat sudah berubah.

Ketiga, Gubernur DKI orang kafir ditengah mayoritas muslim. Dia ngomong kasar, menjelek-menjelekkan ajaran Islam, umat Islam marah-marah toh ternyata tidak mempengaruhi Ahok. Ahok cuek saja. Orang-orang kafir sepertinya mengikuti jejak Ahok ini. Mereka menjelek-jelekkan Islam, umat Islam paling cuma bisa marah. Elit politiknya sudah lemah atau bila bersuara pun mereka akan dibully karena adanya kasus pertama di atas. Anehnya sebagian umat Islam malah ikut-ikutan membully. Sepertinya mereka terpengaruh dengan opini yang diciptakan oleh orang sekuler dan orang kafir.

Keempat, gencarnya syiar sekularisme dan kristenisasi. Sekularisme dan kristenisasi adalah dua hal yang seiring sejalan merusak dan melemahkan akidah umat Islam. Tokoh penting yang mengobarkan Ghazwul Fikr (perang pemikiran) terhadap umat Islam, yaitu Samuel Zwemer, adalah seorang pendeta. Berdasarkan data yang saya peroleh, dalam prosentase jumlah umat Islam di Indonesia terus berkurang dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil riset Yayasan Al Itsar Al Islam (Magelang) pada tahun 1999-2000 umat Kristen dan Katolik di Jateng telah meningkat dari 1-5%, kini naik drastis 20-25% dari total jumlah penduduk Indonesia. Dari laporan Riset Dep. Dokumentasi dan Penerangan Majelis Agama Wali Gereja Indonesia, sejak tahun 1980-an setiap tahunnya laju pertumbuhan umat Khatolik: 4,6%, Protestan 4,5%, Hindu 3,3%, Budha 3,1% dan Islam hanya 2,75%. Dalam Kiblat Garut 26 Juni 2012 disebutkan, semula umat Islam di Indonesia mencapai 95% kini anjlok menjadi 85%.

Kelima, melihat begitu masifnya serangan musuh-musuh Islam terhadap Islam dan umatnya, kemungkinan besar terorganisir dengan baik. Mereka menciptakan akun-akun kloningan untuk membentuk opini yang buruk tentang Islam. Mereka adalah Troll internet. Troll internet adalah kelompok pengguna internet yang biasanya masuk ke sebuah diskusi tentang suatu topik dengan tujuan mengacaukan diskusi tersebut, baik dengan tiba-tiba memaki dan berkata kasar sehingga memancing keributan atau berpura-pura bego. Troll sebenarnya sudah ada sejak dunia message board ada di internet, namun salah satu troll bayaran pertama di Indonesia atau troll profesional adalah Jasmev. Beberapa hari yang lalu akun facebook milik Ridwan Kamil diblokir facebook setelah sebelumnya beliau mengungkapkan fakta tentang sungai epicentrum yang diklaim pendukung Ahok adalah buatan Ahok.