Kamis, 30 April 2015

Pelajaran Penting dari Para Ulama tentang Qunut Subuh

Seringkali saya dapati beberapa orang yang menjadi makmum pada shalat subuh yang berqunut, tidak mengangkat tangannya seperti layaknya orang yang berqunut. Mungkin alasannya karena mereka berkeyakinan qunut itu bid'ah atau tidak ada dalam shalat subuh. Apakah benar dengan tindakan seperti itu?

Saya termasuk orang yang tidak berqunut dalam shalat subuh. Tapi bila saya menjadi imam ataupun makmum di masjid yang terbiasa qunut subuh, maka saya pun berqunut. Sebagai adab dan penghormatan saya kepada yang berqunut.

Saya menyadari bahwa masalah berqunut atau tidak adalah masalah khilafiyah ijtihadiyah. Jadi tidak perlu panjang lebar diperdebatkan dan merasa diri yang paling benar. Mereka yang berqunut mengikuti mazhab Malikiyah dan Syafi'iyah, sedangkan yang tidak berqunut mengikuti mazhab Hanafiyah dan Hanbaliyah. Keempat mazhab ini adalah mazhab ahlussunnah wal jamaah. Jadi sah mengikuti salah satu di antara kedua pendapat tersebut.

Mereka yang merasa yang paling benar berqunut atau tidak berqunut, hendaknya mencontoh bagaimana para ulama besar beramal terkait dengan khilafiyah ini. Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Jika aku shalat di belakang imam yang berqunut, maka aku akan mengikuti qunutnya itu, dan aku aminkan doanya, semua ini lantaran demi menyatukan kalimat, melekatkan hati, dan menghilangkan kebencian antara satu dengan yang lainnya.”

Asy Syafi’i Radhiallahu ‘Anhu meninggalkan qunut dalam subuh ketika Beliau shalat bersama jamaah bersama kalangan Hanafiyah (pengikut Abu Hanifah) di Masjid mereka, pinggiran kota Baghdad. Berkata Hanafiyah: “Itu merupakan adab bersama imam.” Berkata Asy Syafi’iyyah (pengikut Asy Syafi’i): “Bahkan beliau telah merubah ijtihadnya pada waktu itu.”

Imam Asy Syaukani berkata, “Imam Ats Tsauri dan Imam Ibnu Hazm berkata: “Siapa saja yang melakukannya (berqunut) dan meninggalkannya (tidak berqunut), adalah baik.”

Imam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ al-Fatawa menegaskan hendaknya makmum mengikuti gerakan apapun dari imam, selama masih berada dalam ranah ijtihad. Jika imam berqunut, maka ikutlah berqunut. Sebaliknya, bila imam tidak berqunut maka jangan sekali-kali berqunut sendiri. Ini penting. Karena, keberadaan imam itu untuk ditaati.”Seorang imam (shalat) ditunjuk supaya diikuti,” demikian sabda Rasulullah SAW.

Akan ada banyak perkataan senada dengan perkataan ulama di atas, yang kesemuanya itu menyimpulkan bahwa berqunut atau tidak berqunut saat shalat subuh sama-sama sah.

Apalah kita ini dibandingkan dengan keluasan dan kedalaman ilmu para ulama besar itu. Para ulama itu lebih mementingkan persaudaraan dan persatuan umat ketimbang mementingkan pendapat dari golongannya masing-masing. Imam Sufyan Ats Tsaury berkata, "Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau mencegahnya.”

Oleh karenanya, saya jadi heran dengan tindakan orang yang tidak mau berqunut saat shalat subuh berjamaah di masjid yang jamaahnya berqunut, mereka tidak tahu atau mereka mencontoh ulama yang memberi mereka contoh demikian. Ketahuilah wahai saudaraku, bahwa para ulama telah bersepakat (ijma) tentang hal ini dan kesepakatan ulama adalah berdasarkan pada kebenaran, bukan berdasarkan hawa nafsu. Maka, berqunutlah disaat imam berqunut dan tidak berqunut disaat imam tidak berqunut.

0 komentar:

Posting Komentar